PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
PENYAKIT JANTUNG KORONER
A. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah penyakit dimana terjadi penumpukan plak yang menumpuk di dalam arteri koroner, sehingga terjadi pengurangan pasokan oksigen ke jantung. Arteri koroner merupakan arteri yang memasok darah kaya oksigen ke dalam otot jantung. Plak yang menumpuk di arteri koroner disebut arterosklerosis. Plak yang mengeras atau pecah dapat mempersempit arteri koroner dan mengurangi aliran darah yang kaya oksigen ke jantung. Jika aliran darah yang kaya oksigen ke otot jantung berkurang, akan menyebabkan manifestasi klinis berupa angina pectoris atau serangan jantung.( Suputra, 2015)
B. Etiologi
Penyakit jantung koroner biasanya disebabkan oleh ateroklerosis, sumbatan pada arteri koroner oleh plak lemak dan fibrosa. Penyakit jantung koroner ditandai dengan angina pectoris, sindrom koroner akut, dan atau infark miokardium (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015). Penyebab primer penyakit arteri koroner adalah inflamasi dan pengendapan lemak di dinding arteri (Black & Hawks, 2014).
C. Anatomi
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan berulang.Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum. Jantung terletak di rongga dada, diselaputi oleh suatu membran pelindung yang disebut perikardium. Dinding jantung terdiri atas jaringan ikat padat yang membentuk suatu kerangka fibrosa dan otot jantung (Aryati, 2015)
D. Patologi
Penyakit jantung koroner diawali dengan terbentuknya plak aterosklerosis. Plak ini dapat terbentuk melalui suatu proses inflamasi kronik yang melibatkan peran lipid, thrombosis, sel-sel imun, dan dinding vaskular dalam patofisiologinya. Seiring berjalannya waktu dan adanya beberapa faktor risiko, proses ini akan semakin berkembang menjadi penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, seperti PJK dan komplikasinya. Proses ini diawali dari proses oksidasi kolesterol yang terkandung di Low Density Lipoprotein (k-LDL) menjadi LDL teroksidasi (Ox LDL) yang bersifat lebih aterogenik. Penyakit jantung koroner terjadi apabila pembuluh darah yang mengandung lipoprotein, kolesterol, sisa –sisa jaringan dan terbentuknya kalsium pada pembuluh darah. Hal ini akan terjadi kekurangan supply oksigen dan nutrisi sehingga menimbulkan infark myocard. Kolesterol dibawa oleh beberapa lipoprotein antara lain VLDL (Very Low Density Lipoprotein) sebagai pengangkut dan salah satu penumpangnya yaitu trigliserida, LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein) membawa hampir semua kolesterol.HDL akan menurunkan resiko penyakit jantung. Kadar kolesterol total dan kadar kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)akan mempengaruhi resiko penyakit jantung koroner. (Siyanturi, 2019)
E. Faktor Resiko
Menurut “American Heart Asosiation” yang dikutip oleh Manjorang, dkk. (2013), faktor risiko dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Faktor risiko utama (major risk factor)
a. Kadar kolesterol tinggi
Penyebab PJK adalah endapan lemak pada dinding arteri koroner, yang terdiri
dari kolesterol dan zat buangan lainnya. Kolesterol diedarkan dalam darah melalui molekul yang disebut lipoprotein. Ada dua jenis lipoprotein, yaitu low-density lipoprotein (LDL), and high-density lipoprotein (HDL).
b. Tekanan darah tinggi atau hipertensi
Tekanan darah tinggi menambah kerja jantung sehingga dinding jantung menebal dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Secara umum dikatakan menderita hipertensi bila tekanan darah sistolik/diastoliknya di atas 140/90 mmHg.
c. Trombosis
Trombosis adalah gumpalan darah pada arteri atau vena. Bila trombosis terjadi
pada pembuluh arteri koroner, maka berisiko terkena penyakit jantung koroner.
2. Faktor risiko tidak langsung (contributing risk factor)
a. Diabetes melitus.
Diabetes meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, terlebih bila kadar gula darah tidak dikontrol dengan baik.
b. Kegemukan
Kegemukan (obesitas) meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan diabetes. Orang yang kegemukan juga cenderung memiliki kadar HDL rendah/LDL tinggi.
3. Faktor risiko alami
a. Usia
Risiko penyakit jantung koroner meningkat seiring usia. Semakin tua, semakin menurun efektivitas organ-organ tubuh, termasuk sistem kardiovaskulernya. Lebih dari 80 persen penderita jantung koroner berusia di atas 60 tahun.
b. Keturunan
Risiko lebih tinggi bila orang tua juga terkena penyakit jantung koroner, terlebih bila mulai mengidap di usia kurang dari 60 tahun.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya PJK berkaitan dengan hormone pada laki-laki dan perempuan.
F. Tanda dan gejala
1. Rasa nyeri yang tidak bertambah parah saat menarik napas
2. Biasanya terasa di tengah dada, bisa menyebar kesisi kiri, kedua lengan, atau ke leher dan rahang.
3. Dada terasa seperti sesak, terbakar, tertusuk-tusuk, atau tertekan
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan doktermelalui proses wawancara kepada pasien maupun keluarga pasien. Pada setiap pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada secara teliti berupa letak, kualitas, hubungan dengan aktivitas, lama serangan, dan keluhan penyerta serta menggali segala faktor risiko dan riwayat terdahulu.
2. Pemeriksaan Fisik
Terdiri atas pengukuran tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3. Elektrokardiografi (EKG)
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan dalam waktu 24 jam evaluasi bagi seluruh pasien dengan nyeri dada adalah sebagai berikut:
a. Profil lipid puasa
Terdiri atas TC, LDL, HDL, dan trigliserida.
b. Glukosa puasa
c. Complete Blood Countdan Hb
d. Biomarker jantung
5. Angiografi Koroner
H. Rehabilitasi penyakit jantung koroner
Menurut Astuti (2019) ada beberapa program rehabilitasi jantung yang bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Intervensi Rehabilitasi Jantung Fase I Pre Operasi.
Intervensi rehabilitasi jantung fase I yang dapat dilakukan pada pre operasi , adapun jenis latihan yang dapat diberikan adalah:
a. Latihan Bernapas
Latihan yang diberikan latihan bernapas menggunakan abdomen, bernapas dengan purse lip, dan napas dalam dianjurkan untuk pasien yang menjalani operasi BPK. Intervensi fisioterapi pre operasi berupa latihan bernapas yang terdiri dari napas dalam, kemudian ekspirasi dan inspirasi panjang, bernapas menggunakan diafragma dan dikombinasikan dengan mobilisasi ekstremitas bawah, serta latihan bernapas dengan treshold-inspirato-ry muscle trainer.
b. Konseling psikologis.
Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat kecemasan pasien yang dilakukan intervensi lebih rendah diban-dingkan dengan pasien yang tidak dilakukan intervensi maka perlu adanya konseling psikologis.
c. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi BPK karena selama operasi pasien ter-pasang selang endotrakeal yang dapat memicu adanya sekret di saluran pernapasan.
d. Latihan fisik
Latihan fisik yang dilakukan pada pre operasi meliputi mobilisasi, latihan pe-regangan otot, latihan kekuatan otot, dan transfer dapat meningkatkan fungsi pernapasan serta kekuatan otot pernapasan. latihan fisik pada pre operasi dan kemudian dilanjutkan pasca operasi dapat meningkatkan fungsi respirasi, kapasitas fungsional, dan mempercepat ekstubasi.
2. Intervensi Rehabilitasi Jantung Fase I Pasca Operasi BPK
Intervensi rehabilitasi jantung fase I pada pasca operasi fisioterapi dapat melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Latihan fisik
Latihan fisik yang dilakukan pada rehabilitasi jantung fase I pasca operasi meliputi mobilisasi, range of motion (ROM), latihan aktif ekstremitas atas dan bawah, dan latihan transfer. Latihan tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi pasien melakukan penelitian dengan memberikan latihan fisik berupa mobilisasi dini secara bertahap dimulai 2 jam pasca ekstubasi.
b. Latihan bernapas
Latihan bernapas dilakukan pasca operasi segera setelah pasien di ekstu-basi dapat membantu untuk mengurangi nyeri pada dada dan meningkatkan kapasitas fung-sional paru.
c. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif dilakukan hari pertama pasca operasi (setelah dilakukan ekstubasi) untuk membantu menge-luarkan sekret/dahak yang ada di saluran per-napasan.
d. Edukasi
1. Jalani pola hidup sehat dengan menghindari makanan berkolesterol tinggi
2. Hindari dan berhenti merokok
3. Luangkan waktu untuk berolahraga setiap hari
4. Istirahat teratur dan cukup
I. Kesimpulan
Penyakit jantung koroner adalah penyakit dimana terjadi penumpukan plak yang menumpuk di dalam arteri koroner, sehingga terjadi pengurangan pasokan oksigen ke jantung. Plak yang menumpuk di arteri koroner disebut arterosklerosis.
Penanganan kondisi ini memerlukan kerjasama antar berbagai team medis. Fisioterapi memiliki peran dalam penanganan sebelum operasi ataupun sesudah operasi serta masa pemulihan saat perawatan di rumah sakit sampai pada masa rehabilitasi rawat jalan serta fisioterapi memberikan program latihan yang bisa dilakukan oleh pasien saat di rumah.
J. Saran
Setiap intervensi yang akan diberikan pada pasien disesuaikan dengan hasil assessment, sehingga akan di dapatkan problematika fisioterapi guna menentukan pemilihan modalitas/intervensi fisioterapi yang tepat.
Aryati, R. 2015. Anatomi Fisiologi Jantung dan Sistem Peredaran Darah Pada Manusia. Diakses pada 16 Juli 2018 melalui http://farmasina.blogspot.com/2015/05/anatomi-fisiologi-jantung-dan-sistem.html.
Diastutik, D. 2016. Proporsi Karakteristik Penyakit Jantung Koroner Pada Perokok Aktif Berdasarkan Karakteristik Merokok. Jurnal Berkala Epidemiologi. 4 (3): 326-337
Efry Theresia Sianturi, E.K. (2019). Pengaruh Pektin Terhadap Penurunan Risiko Penyakit Jantung Koroner. Majority|Volume 8| Nomor 1|Maret 2019| 162 , 162-167
Iskandar, Hadi, A, Alfridyah. 2017. Faktor Risiko Terjadinya Penyakit jantung Koroner Pada Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh. Action Journal 2 (1): 32-42.
Muhammad Husein, A.W.(2019). Penting nya Rehabilitasi Jantung Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan Volume 15, No 1, Juni 2019, Hal. 07-11 , 07-11.
Sabirin Berampu, I.A.(2018) Incentive Spirometry and Deep Breathing xercise Prefer To Prevent Decreased Of Lung Vital Capasity As Good As Deep Breathing Exercise Post Coronary Artery Bypass Graft Phase. Jurnal Keperawatan & Fisioterapi (JKF) Vol. 1 No.1 Edisi Mei-Oktober 2018 http://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF , 36-46.
Suputra, P. A. (2015). Latihan Fisik Pada Penderita Penyakit jJantung Koroner.. Proceedings Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA V Tahun 2015 , 342-246
Komentar
Posting Komentar